Berita Mentawai: Sawit “menyelam sambil minum air”

Sabtu, 08 Mei 2010

Sawit “menyelam sambil minum air”


Seperti data puailiggobat bahwa luar areal sawit yang direncanakan terutama di Pulau Siberut mencapai 19.500 ha oleh PT MGPP (Mentawai Golden Plantation Pratama. Izin Perusahaan dikantongi atas SK. Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 188. 45-61 Tahun 2010.
Nah, pengalaman di Pontianak banyak perusahaan sawit yang beroperasi illegal, padahal izinnya sudah habis, tetapi masih melakukan pembabatan hutan. PT Ledo Lestasri hanya memiliki izin pengembangan sawit sekitar 20 ribu hektare, kini perusahaan itu telah membabat hutan seluas 100 ribu hektare. Akibatnya hutan adat milik masyarakat setempat seluas 2.380 hektare menjadi rusak dan tersisa sekitar 930 hektare. Hingga kini PT Ledo Lestari anak perusahaan PT Duta Palma Nusantara Group masih gencar melakukan pembabatan hutan. Pihak perusahaan tidak segan-segan melakukan intimidasi menggunakan kekuatan aparat penegak hukum kepada masyarakat setempat apabila menolak. (WALHI)
Nampaknya Pemda Mentawai tidak konsisten dalam aturan. Secara logika, Pemerintah melarang masyarakat menebang pohon, baik dikebun maupun diluar kebun. Padahal itu kebutuhan masyarakat. Tetapi Perusahaan sawit masuk dengan memporak-porandakan hutan dan habit di dalamnnya, bagaimana dengan sanksinya? Padahal hanya lasan sepele “memperbaiki perekonomian masyarakat Mentawa”. Saya kuatirnya, banyak produk Perda yang sifatnya melangkahi aturan yang lebih tinggi, soalnya pelaksanaan aturan tidak jelas dan membingingkan masyarakat.
Sekarang, kalau jadi perusahaan sawit masuk ke Mentawai, terutama pulau Siberut, apakah itu yang kita inginkan seperti yang terjadi terhadap saudara-saudara kita di Kalimanta? Bisa saja Perusahaan juga membabat kayu dan menjualnya. Artinya selain membuat lahan sawit, kayunya dimanfaatkan untuk masukan baru bagi perusahaan.
Sebenarnya keberadaan sawit, walaupun di AMDAL, itu tidak relefan. Kepulauan Mentawai rentan dengan bencana, dan kemudian hasil AMDAL pun hanya akal-akalan sebagai alasan masuknya sawit saja.
Kemudian dari total 19.500 hektar ada iming-iming areal yang akan dijadikan kebun plasma yang diolah langsung oleh rakyat namun satu manajemen dengan PT MGPP. Mereka juga berjanji akan melakukan kajian lagi langsung ke masyarakat si pemilik tanah ulayat apakah mereka setuju atau menolak adanya kebun kelapa sawit di tanah mereka. (puailiggoubat)
Kebun plasma yang diberikan untuk dikelolah masyarakat, bisa saja untuk membantu perusahaan numpang ditanah masyarakat. Karena tetap satu managemen dengan perusahaan.
Dampak sosial dari perkebunan kelapa sawit baru mulai dipahami, sebagian besar berkat kerja dari Dr. Lisa CUrran. Walau tak diragukan lagi bahwa perkebunan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja yang besar di Kalimantan, ada keraguan mengenai keadilan dari sistem yang ada, yang sepertinya kadang kala menjadikan para pemilik perkebunan kecil dalam kondisi yang mirip dengan perbudakan. (Rhett A. Butle)
Yang jelas semua perusahaan akan tetap memakai dan mencari strategi supaya masuk ditanah Mentawai. Yang paling parahnya ketika Tanah mentawai ujung-ujungnya menjadi milik Negara secara diam-dian karena perusahaan. Orang Mentawai dan generasinya akan kemana? Ini yang tidak bisa dibayangkan.
Disisi lain wadah masyarakat adat (AMA-PM) tidak kuat dan belum melakukan sesuatu yang mendasar di Masyarakat Mentawai. Baik financial, SDM dan startegi untuk melakukan suatu program adat demi masyarakat adat Mentawai. Hanya ngomomg panjang lebar membuat mata kita ngantuk.
Saya pinginnya AMA-PM berani melakukan gerakan. Kalau tidak berani AMA-PM lakukan suatu kajian bagaimana masyarakat mentawai bias terkoper dalam satu visi dan misi. AMA-PM merupakan jiwanya masyarakat Mentawai dan seharusnya menjadi tempat pengaduan masyarakat adat di Mentawai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIKAN KOMENTAR YANG LAYAK